Selasa, 09 Juni 2015

TUGAS PERKEMBANGAN ANAK-ANAK AKHIR (6-11 TAHUN)

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
“TUGAS PERKEMBANGAN ANAK-ANAK AKHIR (6-11 TAHUN)”

Dosen Pengasuh : Evania Yafie, M.Pd
Kelompok 4
Kurniapeni Margi R                 : (14150004)
Izzafia Alhaq                           : (14150015)
Asriatus Sangadah                   : (14150020)
Muhibbatul Laili                      : (14150032)

PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
 MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Tugas Perkembangan Anak pada Masa Anak-Anak Akhir

Menurut Havighurst[1], tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan  individu pada fase-fase atau periode kehidupan  tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat. Perkembangan selanjutnya akan mengalami kesulitan. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk fase anak-anak akhir dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:
·         Belajar ketangkasan fisik untuk bermain
·         Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organisme yang sedang tumbuh
·         Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya
·         Belajar peranan jenis kelamin
·         Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
·         Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan kehidupan
sehari-hari
·         Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
·         Belajar membebaskan ketergantungan diri
·         Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembaga-lembaga

Fase kehidupan manusia diawali dengan fase bayi. Kemudian bayi tumbuh menjadi balita. Pada usia 6 tahun, manusia memasuki fase anak-anak yang termasuk dalam fase sekolah. Adapun menurut Baharuddin (2014), tugas-tugas perkembangan anak pada masa anak adalah:
a.       Mempelajari kecakapan-kecakapan jasmaniah yang dibutuhkann untuk permainan sehari-hari. Mempelajari kecakapan-kecakapan jasmaniah yang perlu dalam kegiatan jasmani (menyepak bola, menangkap, melempar, dan mempergunakan alat-alat yang sederhanan).
b.      Membentuk sikap yang baik terhadap diri sebagai suatu makhluk yang sedang bertumbuh. Hakikat tugas adalah mengembangkan kebiasaan memelihara tubuh, kebersihan, keamanan,, kemampuan mempergunakan tubuh dan sikap yang penting terhadap kelamin.
c.       Belajar bergaul dengan teman sebaya. Anak-anak meninggalkan lingkungan keluarga memasuki dunia teman sebayanya pada permulaan periode sekolah dari lingkungan keamanan emosional ke lingkungan baru yang mengundang kompetisi dalam usaha menarik perhatian guru atau orang dewasa. Mempelajari peran sosial sebagai laki-laki dan perempuan.

2.2  Perkembangan Fisik Anak pada Masa Anak-Anak Akhir

Menurut  Courtis penakaran pertumbuhan yang longitudinal itu nampak menunjukkan empat lingkaran (sikles). Pengaruh/faktor yang menentukan dari sikles-sikles ini sebagian menyandarkan kepada struktur tulang yang keras, pertumbuhan pada tinggi dan berat dan perkembangan karakteristik pribadi lainnya, minat dan kapasitasnya untuk belajar. Sikles-sikles tersebut[2] dapat dibedakan sebagai berikut :
1.      Masa prenatal, yaitu masa dalam kandungan, yang selama dalam kandungan telah terjadi perkembangan seperti halnya dengan binatang yang hidup di air.
2.      Mas bayi (rata-rata sejak lahir hingga umur lima atau enam tahun), selama nasa ini saluran-saluran inderanya mulai berfungsi dan anak tersebut belajar merangkak, dan berkata-kata.
3.      Masa kanak-kanak (rata-rata dari umur enam sampai dua belas tahun), selama masa ini nampak gigi-giginya yang tetap, anak belajar membaca, menulis dan merawat dirinya sendiri, dan perubahan-perubahan yang terjadi ditandai dengan berlangsungnya kepribadian.
4.      Masa remaja (rata-rata dari umur dua belas sampai delapan belas tahun), selama masa ini perkembangan organ-organ kelamin memperlihatkan rupa sifat-sifat kelaminnya dari segi fisik.

Pertumbuhan di masa kanak-kanak awal dan pertengahan berlangsung secara lambat namun konsisten. Masa ini merupakan periode tenang sebelum akhirnya mereka mengalami pertumbuhan yang cepat di masa remaja. Selama usia sekolah dasar, anak-anak bertambah tinggi sekitar 2 hingga 3 inci setiap tahunnya. Ketika berusia 11 tahun, anak perempuan biasanya memiliki ketinggian 4 kaki 10,25 inci, sementara anak laki-laki biasanya memiliki ketinggian 4 kaki 9 inci. Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak mengalami penambahan berat tubuh sebesar 5 hingga 7 pon setiap tahunnya. Penambahan berat ini terutama terkait dengan peningkatan ukuran kerangka dan sistem otot, maupun ukuran beberapa organ tubuh.
Perubahan proporsi adalah perubahan fisik yang paling jelas terlihat di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir. Lingkar kepala, lingkar pinggang, dan panjang kaki, berkurang dibandingkan dengan ketinggian tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009). Perubahan fisik yang kurang terlihat secara jelas adalah tulang mengeras di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir namun menjadikan tekanan dan tarikan yang lebih kuat daripada tulang orang dewasa.
Massa dan kekuatan otot meningkat secara bertahap ditahun-tahun ini, sementara “lemak bayi” mulai berkurang. Gerakan-gerakan bebas dan benturan-benturan pada lutut di masa kanak-kanak awal dapat menumbuhkan otot. Di masa ini, faktor herediter maupun olahraga dapat melipatgandakan kekuatan mereka. Anak laki-laki biasanya juga lebih kuat dibandingkan anak perempuan karena memiliki jumlah sel otot yang lebih banyak.[3]
Pertumbuhan yang alami bisa dibantu dan dihalangi oleh faktor-faktor lingkungan sekitar yang merangsang organisme yang sedang tumbuh. Di antara faktor-faktor ini adalah panas, dingin, cahaya, diet, keadaan kesehatan keluarga, keadaan ekonomi dan pengalaman yang mempengaruhi pola-pola jasmani dan juga emosi dari organisme yang sedang berkembang. Perkembangan jasmani individu dipersiapkan oleh dasar dan ajar sekaligus. Beberapa di antara faktor biologis dan lingkungan yang mempengaruhi kecepatan dan jenis kemajuan pertumbuhan seorang anak adalah :
1.      Potensi yang diwariskan.
2.      Keadaan jasmani dan kesehatan dari kedua orang tua selama berlangsungnya pembuahan.
3.      Kesehatan ibu sewaktu mengandung.
4.      Kondisi-kondisi pertumbuhan semasa prenatal.
5.      Tidak ada atau adanya trauma (luka berat) sewaktu lahir.
6.      Perawatan kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan gizi dan tubuh lainnya.
7.      Perhatian medis yang bersifat pencegahan dan pengobatan.
8.      Ada atau tidaknya cacat-cacat jasmani.
9.      Perhatian medis yang bersifat pencegahan dan pengobatan.
10.  Kondisi-kondisi kehidupan kultural atau sub kultural.

2.3  Perkembangan Intelejensi Anak pada Masa Anak-Anak Akhir
Istilah “cognitif” berasal dari kata cognition dan dalam bahasa inggris knowing  berarti mengetahui, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi  setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan kondisi (kehendak) dan afeksi (perasaan)[4].
Tahap Konkret-Operasional (7-11 Tahun)
Berakhirnya tahap perkembangan pra-operasional tidak berarti berakhirnya pula tahap berfikir intuitif yakni berfikir dengan mengandalkan ilham. Menurut Piaget, tidak sedikit pemikiran orang dewasa yang juga menggunakan instituisi seperti pemikiran pra-operasional anak-anak. Contohnya ialah, ketika orang dewasa sedang berangan-angan (daydreaming). Perbedaan memang ada yakni orang dewasa dapat berfikir, mengubah maju dan mundur dari intelejensi intuitif (kecerdasan ilhami) ke intelejensi operational kognitif (kecerdasan akli), sedangkan anak-anak belum bisa melakukannya.
Dalam periode konkret-operational yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berfikir). Kemampuan satuan langkah berfikir ini berfaedah bagi anak untuk mengoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikiran sendiri.
Satuan langkah berfikir anak terdiri atas aneka ragam operation (tatanan langkah) yang masing-masing berfungsi sebagai skema kognitif khusus yang merupakan perbuatan yang tertutup (interiorized action) yang dapat dibolak-balik atau ditukar dengan operasi-operasi lainya. Satuan langkah berfikir anak kelak akan menjadi dasar terbentuknya intelejensi intuitif. Intelejensi menurut Piaget, bukan sifat yang biasanya digambarkan dengan skor IQ itu. intelejensi adalah proses, tahapan atau langkah oprational tertentu yang mendasari semua pemikiran dan pengetahuan manusia, disamping merupakan proses pembentukan  pemahaman.
Dalam intelejensi operatinal anak yang sedang berada pada tahap konkret-operational terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi, 1) conservation; 2) addition of classes; 3) multiplication of classes. Penjelasan selanjutnya mengenai tiga macam operasi kognitif ini adalah sebagai berikut:
1)      Conservation (konservasi/pengekalan) adalah kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. Anak mampu mengenali sifat kuantitatif  sebuah benda akan tahu bahwa sifat kuantitatif benda tersebut tidak akan berubah secara sembarangan. Jumlah cairan dalam suatu bejana tidakakan berubah meskipun dituangkan ke dalam bejana lainnya yang lebih besar ataupun lebih kecil. Begitu juga jumlah benda-benda padat seperti kelereng dan sebagainya, tak akan berubah hanya dengan mengubah-ubah tatanannya.
2)      Addition of classes (penambahan golongan benda) yakni kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah, seperti mawar, dan melati, dan menghubungkannya dengan golongan benda yang berkelas lebih tinggi seperti bunga. Di samping itu, kemampuan ini juga meliputi kecakapan memilah-milah benda-benda yang tergabung dalam sebuah benda yang berkelas tinggi  menjadi benda-benda yang berkelas rendah, misalnya dari bunga menjadi mawar, melati dan sebagainya.
3)      Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda) yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda (seperti warna bunga dan tipe bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda (sperti mawar merah, mawar putih, dan seterusnya). Selain itu, kemampuan ini juga meliputi kemampuan memahami cara sebaliknya, yakni cara memisahkan gabungan golongan benda menjadi dimensi-dimensi tersendiri misalnya: warna bunga mawar terdiri atas merah, putih, dan kuning.
Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasinya, Piaget  menyimpulkan bahwa pemamahaman terhadap aspek kuantitatif materi, pemahaman  terhadap penambahan golongan benda, dan pemahaman terhadap pelipargadaan golongan benda merupakan ciri khas perkembangan kognitif anak usia 7-11 tahun. Perolehan pemahaman tersebut diiringi mulai memiliki kemampuan mengkoordinasikan pandangan-pandangan orang lain dengan pandangannya sendiri, dan memiliki persepsi positif bahwa pandangannya hanyalah salah satu dari sekian banyak pandangan orang. Jadi, pada dasarnya perkembangan kognitif anak tersebut ditinjau dari sudut karateristiknya sudah lama dengan kemampuan kognitif orang dewasa.
Namun demikian, masih ada keterbatasan-keterbatasan kapasitas anak dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Anak-anak dalam rentang usia 7-11 tahun baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. Inilah menjadi alasan mengapa perkembangan kognitif anak yang berusia 7-11 tahun tersebut dinamakan tahap konkret-operational.

2.4  Perkembangan Sosial Anak pada Masa Anak-Anak Akhir

Perkembangan sosial yakni pengaruh lingkungan sekitar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam subbab ini disampaikan pengelompokan sosial, proses perkembangan sosial, dan bentuk-bentuk sosial yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan kehidupan sosial terhadap anak pada masa anak-anak akhir.

2.4.1  Pengelompokan Sosial dan Perilaku Sosial Masa Anak-Anak Akhir [5]
a) Ciri Geng Anak-anak
Geng anak merupakan kelompok bermain. Untuk menjadi anggota geng, anak harus diajak. Pada mulanya geng terdiri dari tiga atau empat anggota, tetapi jumlah ini meningkat dengan bertambah besarnya anak dan bertambahnya minat pada olahraga. Geng anak laki-laki lebih sering terlibat dalam perilaku sosial buruk pada anak perempuan. Kegiatan geng yang populer meliputi permainan dan olahraga, pergi ke bioskop, dan berkumpul untuk bicara atau makan bersama. Geng mempunyai pusat tempat pertemuan, biasanya yang jauh dari pengawasan orang-orang dewasa. Sebagian besar kelompok mempunyai tanda keanggotaan, misalnya anggota kelompok memakai pakaian yang sama. Pemimpin geng mewakili ideal kelompok dan hampir dalam segala hal lebih unggul daripada anggota-anggota yang lain.
b) Efek dari Keanggotaan Kelompok
Menjadi anggota geng seringkali menimbulkan pertengkaran dengan orangtua dan penolakan terhadap standar orang tua. Permusuhan antara anak laki-laki dan anak perempuan semakin meluas. Kecenderungan anak yang lebih tua untuk mengambangkan prasangka terhadap anak yang berbeda. Dalam banyak hal merupakan akibat yang paling merusak, ialah cara anak memperlakukan anak-anak yang bukan anggota geng, mereka seringkali bersifat kejam kepada anak-anak yang tidak dianggap sebagai anggota geng. Bermain secara berkelompok memberikan peluang dan pelajaran kepada anak untuk berinteraksi, bertenggang rasa dengan sesama teman. Permainan yang disukai cendrung bermain kelompok. Pengaruh teman sebaya sangat besar baik yang bersifat positif seperti pengembagan konsep diri dan pembentukan diri maupun negative.
c) Bahaya Sosial
Terdapat lima jenis anak yang penyesuaiannya dipengaruhi oleh bahaya sosial yaitu:
1.   Anak yang ditolak atau diabaikan oleh kelompok teman-teman akan kurang mempunyai kesempatan untuk belajar bersifat sosial.
2.   Anak yang terkucil, yang tidak memiliki persamaan dengan kelompok teman-teman akan menganggap dirinya “berbeda” dan merasa tidak mempunyai kesempatan untuk diterima oleh teman-teman.
3.   Anak yang mobilitas sosial dan grafisnya tinggi mengalami kesulitan untuk diterima dalam kelomok yang sudah terbentuk.
4.   Anak yang berasal dari kelompok ras atau kelompok agama yang terkena prasangka.
5.   Para pengikut yang ingin menjadi pemimpin kemudian menjadi anak yang penuh dengki dan tidak puas.

2.4.2  Lingkungan Sosial Anak

Menurut Santrock dalam bukunya berjudul psikologi pendidikan[6] anak akan menghabiskan sebagian besar waktunya: keluarga, teman sebaya-sepermainan (peer), dan sekolah.

1.      Keluarga
Anak-anak tumbuh dalam keluarga yang berbeda-beda. Beberapa orang tua mengasuh dan mendukung anak mereka. Orang tua lainnya bersikap kasar atau mengabaikan anaknya. Beberapa anak orang tuanya bercerai. Anak lainnya hidup dalam keluarga yang tidak perna bercerai. Anak lainnya ikut dalam keluarga angkat. Beberapa ayah dan ibu anak bekerja  seharian dan menempatkan anaknya dalam kegiatan sekolah tambahan atau kursus. Ayah dan ibu dari anak yang lainnya mungkin sudah ada di rumah ketika anak-anak pulang dari sekolah. Beberapa anak tumbuh dilingkungan yang seragam etnisnya, yang lainya dalam lingkungan etnis yang bercampur-campur. Beberapa keluarga anak hidup dalam kemiskinan, yang lainnya berkecukupan. Ada anak yang punya saudara kandung, ada juga yang tidak. Situasi yang bervariasi ini akan memengaruhi murid di dalam dan di luar ruang kelas (Cowan & Cowan, 2002; Morisson & Cooney, 2002)

2.      Teman Sebaya
Dalam konteks perkembangan anak, teman seusia adalah anak pada usia yang sama atau pada level kedewasaan yang sama. Beberapa interaksi teman sebaya memainkan peran unik. Age grading akan terjadi meskipun sekolah tidak membagi kelas berdasarkan umur dan anak dibiarkan menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman seusia adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
Hubungan teman sebaya yang baik mungkin dibutuhkn untuk perkembangan normal (Howes & Tonyan, 2000; Rubin 2000). Isolasi sosial atau ketidak mampuan untuk “nyambung” dengan jaringa sosial, akan memunculkan banyak problem dan gangguan, mulai dari kejahatan, mabuk-mabukan, hingga depresi (Kupersmedt & Coie,1990). Dalam sebuah studi, hubungan dengan teman sebaya yang buruk di masa kanak-kanak menyebabkan terjadinya drop-out dari sekolah dan tindakan kejahatan di usia remaja (Roff, Sells & Golden, 1972).
Status teman sebaya. Para developmentalis telah dengan tepat menunjukkan empat tipe status teman sebaya: anak popular, anak diabaikan, anak ditolak, dan anak subkontroversial (Rubin, Bukowski & Parker, 1988; Wentzel & Asher, 1955; Wentzel & Battle, 2001).
Anak popular adalah anak yang dikenal oleh banyak anak-anak lainnya. Anak popular memiliki jiwa sosial yang tinggi, sehingga disukai banyak teman. Mereka cenderung terbuka, riang, dan mandiri. Anak diabaikan adalah anak yang tidak mendapatkan perhatian teman-teman di sekitarnya tapi bukan sosok yang dibenci. Anak ditolak yakni anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga mereka ditolak. Anak subkontoversial yakni anak yang memiliki kontroversi. Mereka cenderung memiliki teman yang sifatnya sama, tapi mereka juga dibenci oleh teman-teman yang tidak seirama.
Persahabatan. Persahabatan member kontribusi pada status teman usia sebaya dan member keuntungan lainnya:
·         Kebersamaan (companionship). Persahabatan memberi anak partner  yang akrab, seorang yang bersedia meluangkan waktu bersama mereka dan melakukan kegiatan bersama.
·         Dukungan fisik. Persahabatan memberikan sumber daya dan bantuan disaat dibutuhkan.
·         Dukungan ego. Persahabatan membantu anak merasabahwa mereka adalah anak yang bisa melakukan sesuatu dan layak dihargai. Yang terutama penting adalh penerimaan sosial dari kawannya.
·         Intimasi/ kasih sayang. Persahabatan memberi anak suatu hubungan yang hangat, saling percaya, dan dekat orang lain. Dalam hubungan ini, anak-anak sering kali merasa nyaman mengungkapkan informasi pribadi mereka.
Perubahan Developmental dalam Hubungan Teman Sebaya. Semasa sekolah dasar, kelompok teman seusia anak akan makin terdiri dari teman seusia dengan jenis kelamin yang sama (Macobby, 1995). Setelah mengamati anak-anak SD, dua  peneliti menyebut cirri ini sebagai “gender school” (Luria & Hezorg, 1985). Mereka mengatakan bahwa anak lelaki saling mengajarkan perilaku maskulin dan memperkuatnya, dan anak perempuan sering kali saling mengajarkan kultur wanita dan biasanya suka berkelompok dengan teman-temannya.
3.      Sekolah
Sekolah merupakan pengalaman formatik utama, memengaruhi setiap aspek perkembangan. Di sekolah anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi sosial, memperluas tubuh dan pikiran serta mempersiapkan untuk kehidupan dewasa. Pengalaman awal sekolah merupakan hal yang kritis dalam mempersiapkan keberhasilan atau kegagalan masa depan.
Bakat diukur dan dikembangkan dengan program pendidikan khusus untuk anak berbakat menekankan pada pengayaan dan ekselerasi. Kreatif dan IQ tidak terkait erat. Berbagai tes kreativitas berupaya mengukur pemikiran divergen, tetapi validitas mereka dipertanyakan. IQ 130 atau lebih merupakan standar umum untuk mengidentifikasi anak-anak berbakat. Definisi yang lebih luas mencakup kreatifitas, bakat dibidang seni atau atribut lain serta bergantung pada kriteria majemuk atau identifikasi.
2.5  Perkembangan Emosi Anak pada Masa Anak-Anak Akhir
Emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang melekat pada diri anak-anak. Kondisi emosi itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu : positif, misal gembira dan negatif, misal sedih. Konsep emosi cukup penting bila dikaitkan dengan fungsinya dalam hubungan interpersonal. Dalam hal ini, ekspresi emosi akan menjadi fasilitasi bagi seorang anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya, perilakunya, serta keinginan-keinginannya.[7]
Pada hubungan anak dan orangtua, ekspresi emosi merupakan bahasa pertama kali dalam berkomunikasi. Seorang bayi telah mampu bereaksi terhadap ekspresi wajah dan nada suara orang tuanya. Sebaliknya, orang tua akan berusaha membaca makna dari tangisan bayinya. Seiring dengan usia, Pegaulan yang semakin luas membawa anak belajar bahwa ungkapan emosi yang kurang baik tidak diterima oleh teman-temannya. Oleh karena itu dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol emosinya pola emosi yang diajarkan orangtua pada anak-anaknya akan membawa dampak terhadap perkembangan emosi seseorang. Orang tua yang mengajari anak untuk dapat mengontrol emosi dan memandang emosi negatif sebagai hal yang wajar, disertai dengan cara-cara mengatasinya akan memunculkan kemampuan anak dalam mengatur emosi sehingga menghindarkan anak dari masalah-masalah perilaku.
Seiring dengan waktu, emosi memainkan peran yang kuat terhadap hubungan sosial seorang anak. Seorang anak yang dapat mengatur emosi secara positif akan menjadi anak yang populer dan disenangi oleh teman-temannya. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan.[8]

Perkembangan emosi anak-anak adalah sebagai berikut[9]:
·         Menunjukan dan menamakan perasaan
·         Memiliki kontrol emosi yang lebih baik
·         Memperlihatkan konsentrasi rendah bila berpisah dengan orang tua
·         Menunjukan selera humor
·         Belajar benar dan salah
·         Mengembangkan hati nurani (empati) memperlihatkan reaksi dengan orang lain
·         Sensitif dengan tertawaan dan kritik
·         Menunjukan kekhawatiran berlebih seperti: perang , kehilangan orang tua
·         Memperlihatkan ketekunan
·         Menunjukan empati : merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Perkembangan emosi pada masa kanak-kanak akhir  tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan sosial. Orang-orang di sekitarnyalah yang banyak mempengaruhi perilaku sosialnya. Dunia sosioemosional anak menjadi semakin kompleks dan berbeda pada masa ini. Interaksi dengan keluarga, teman sebaya, sekolah dan hubungan dengan guru memiliki peran yang penting dalam hidup anak.maka di bawah ini akan dilanjutkan dengan pemaparan mengenai perkembangan sosial pada masa akhir kanak kanak. (RAHMA, 2014).



[1] Anonim.   “Tugas-Tugas Perkembangan”. Pdf. Hlm. 1
[2] L. Crow & A. Crow, “psychology pendidikan”, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1989, hal. 66
[3] John W. Santrock, “Perkembangan Masa-Hidup”, Erlangga, Jakarta,  2012,  hlm. 318
[4] Syah Muhibbin. 2000. “Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Hlm. 71-73
[5] Atho’ Zukhruf Thufail, dkk, 2014, http: //edukasi.kompasiana.com (online, 15 februari 2015)
[6] John W. Santrock, 2007, “Pikologi Pendidikan”, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 90
[7] Atho’ Zukhruf Thufail, dkk, 2014, http: //edukasi.kompasiana.com (online, 15 februari 2015)
[9] Ibid,. 
Lokasi: Uin, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Jalan Bend. Sigura Gura, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang 65149, Indonesia
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com