PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
PADA MASA DEWASA MADYA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu :
Evania Yafie, M.Pd
Disusun Oleh :
Ahmad
Syuaebi (14150018)
Azzahro
Khairunnisa (14150005)
Siti Laila Sa’adah (14150030)
Setia
Ningsih (14150024)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Masa Dewasa Madya
Pada umunya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai
masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya ditandai oleh
adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya
terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya
ingat. Walaupun dewasa ini banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut
lebih lambat daripada masa lalu, namun garis batas tradisionalnya masih nampak.
Meningkatnya kecenderungan untuk pensiun
pada usia enam puluhan sengaja atau pun
tidak sengaja usia enam puluhan tahun
dianggap sebagai garis batas antara usia madya dengan usia lanjut, jadi
batasnya bukan 65 tahun.[1]
Oleh karena usia
madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya
usia tersebut dibagi-bagi ke dalam dua sub bagian, yaitu : usia madya
dini yang membentang dari usia
40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara
50 sampai 60 tahun. Selama usia madya lanjut, perubahan fisik dan psikologis
yang pertama kali mulai selama 40-an awal menjadi lebih keliatan.
Seperti halnya
periode lain dalam rentang kehidupan berbeda menurut tahap dimana perubahan
fisik yang membedakan usia madya dari masa dewasa dini pada satu batas, dan
usia lanjut di batas lainnya. Menurut pepatah kuno, seperti halnya buah apel,
matangnya pun tidak pada waktu yang sama, ada yang pada bulan Juli dan ada pula
yag pada bulan Oktober. Demikian juga halnya dengan manusia.
Usia madya, pada
kebudayaan Amerika saat ini, merupakan masa yang paling sulit dalam rentang
kehidupan mereka. Bagaimanapun baiknya individu-individu tersebut berusaha
untuk menyesuaikan diri hasilnya akan tergantung pada dasar-dasar yang
ditanamkan pada tahap awal kehidupan, khusunya harapan tentang penyesuaian diri
terhadap peran dan harapan sosial dari masyarakat dewasa. Kesehatan mental yang
baik,yang diperlukan pada masa-masa dewasa, memberikan berbagai kemudian untuk
menyesuaikan diri terhadap berbagai peran baru dan harapan sosial usia madya
Masalah-masalah tertentu yang timbul dalam penyesuaian diri merupakan
ciri dari usia madya pada kebudayaan masa kini. Beberapa dari masalah tersebut
lebih sulit lagi bagi pria, dan beberapa
lainnya lebih sulit bagi wanita. Masalah utama yang harus dipecahkan dan
disesuaikan secara memuaskan selama usia madya mencakup apa saja yang menjadi
tugas-tugas perkembangan selama periode ini.[2]
Pada kebanyakan
orang tanda dari dewasa madya ditandai dengan kemajuan pekerjaan, pekawinan,
meningkatnya ekonomi, aktif untuk mengikuti kegiatan sosial, dan dorongan seks
bertambah sehingga disebut masa puber kedua, mengurangi kegiatan yang banyak
dilakukan secara fisik dan masa break down secara fisik seperti mulai
sakit-sakitan.
Seperti halnya
dengan tugas-tugas perkembangan periode lain, maka tugas-tugas perkembangan
masa dewasa madya tidaklah sepenuhnya dapat dikuasai dalam waktu sama oleh
setiap orang. Hanya beberapa tugas yang bisa dikuasai sepenuhnya. Kondisi ini
selalu bervariasi untuk setiap individu. Kebanyakan tugas-tugas perkembangan
usia dewasa madya ialah persiapan penyesuaian diri dalam mengatur dan
menentukan kebahagiaannyadi masa tua.
Tuga-tugas
perkembangan masa dewasa madya ialah menyesuaikan diri pada perubahan dan
penurunan kondisi fisik, menyesuaikan diri dalam perubahan minat, atau
menyesuaikan diri kepada relasi keluarga dan pasangan hidup.
2.2 Perkembangan Aspek
Fisik pada Dewasa Madya
Dilihat dari aspek perkembangan fisik,
pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya, dan sekaligus
mengalami penurunan selama periode ini. Dalam pembahasan berikut akan diuraikan
beberapa gejala penting dari perkembangan fisik yang terjadi selama masa
dewasa.
Salah satu dari
sekian banyak penyesuaian yang sulit yang pria dan wanita berusia madya harus
lakukan adalah dalam mengubah penampilan. Mereka harus benar-benar menyadari
bahwa fisiknya sudah tidak mampu berfungsi lagi sama seperti sediakala pada
saat mereka kuat dan bahkan beberapa organ-organ tertentu tubuh yang vital
sudah lemah. Mereka yang berusia madya harus dapat menerima kenyataan bahwa
kemampuan mereproduksi sudah berkurang atau akan berakhir, dan mungkin bahkan
mereka akan kehilangan dorongan seks serta daya tarik sosial. Seperti anak-anak
puber yang pada masa kanak-kanaknya berurusan tentang akan jadi apa mereka dan
bagaimana penampilannya bila mereka sudah besar kelak dan siapa yang kemudian
menyesuaikan diri sehingga realitas penampilan mereka bila tidak bertumbuh
sesuai dengan harapan mereka, demikian juga orang berusia madya harus
mengesankan diri terhadap perubahan-perubahan yang tidak mereka sukai dan yang
menandai tibanya usia tua mereka.
Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik terasa sulit karena
adanya kenyataan bahwa sikap individu yang kurang menguntungkan semakin
diitensifkan lagi oleh perilaku sosial yang kurang menyenangkan terhadap
perubahan normal yang muncul bersama pada tahun-tahun selanjutnya. Perubahan
fisik yang terpenting, yang terhadapnya orang berusia madya harus menyesuaikan
diri dibahas di bawah ini[3] :
1.
Perubahan dalam Penampilan
Seperti telah
diketahui, sejak masa remaja dini, penampilan seseorang memegang peranan yang
sangat pnting terutama dalam penilaian sosial, sambutan sosial, dan
kepemimpinan. Mereka yang berusia madya, memberontak terhadap penilaian status
tersebut yang mereka takuti ketika penampilan mereka menurun.
Bagi pria, terdapat
kesulitan tambahan dalam berlomba dengan orang-orang yang lebih muda, lebih kuat, dan lebih energik, yang
lebih cenderung untuk menilai kemampuanya dalam mempertahankan pekerjaannya
dalam kaitannya dengan penampilan. Baik bagi pria maupun wanita, selalu
terdapat ketakutan bahwa penampilan usia madya mereka akan menghambat kemampuan
untuk mempertahankan pasangan mereka (suami/istri), ataupun mengurangi daya
tarik terhadap lawan jenisnya.
Sebagai
kebiasaan umum, kaum pria pada budaya kita memperlihatkan tanda-tanda ketuaan
lebih cepat dari pada wanita. Hal ini mugkin dapat dijelaskan oleh kenyataan,
bahwa kaum wanita yang menyadari seberapa jauh daya tariknya terhadap kaum pria
bergantung pada penampilan fisik sehingga secara daya tarik tersebut hilang
oleh adanya tanda-tanda mencapai usia madya.
Tanda-tanda
menua juga cenderung menjadi lebih jelas di kalangan kelompok-kelompok
sosial-ekonomis dari pada kelompok lainnya. Pada umunya, pria dan wanita dari
kelompok sosial-ekonomis yang lebih tinggi nampak lebih muda dari usia yang
sebenarnya, sedangkan mereka yang berasal dari kelompok sosial-ekonomi yang
lebih rendah nampak lebih tua dari pada usia yang sebenarnya. Hal ini mungkin
sebagian dijelaskan oleh kenyataan bahwa mereka yang dari kelompok lebih
beruntung kurang bekerja, mengeluarkan lebih sedikit energi dan lebih banyak
makan dari pada mereka yang harus mencari hidup dengan tangan yang kasar. Lebih
jauh lagi, mereka yang berasal dari kelompok yang kurang beruntung tidak mampu
menambah dan mendapatkan ala kecantikan dan pakaian yang bagus yang menutupi
tanda-tanda ketuaan mereka.
2.
Perubahan dalam Kemampuan Indera
Deteorisasi
bertahap dari kemampuan indera mulai pada usia madya. Perubahan yang paling
merepotkan dan nampak terdapat pada mata dan telinga. Perubahan fungsional dan
generatif pada mata berakibat mengecilnya bundaran kecil pada anak mata,
mengurangnya ketajaman mata dan akhirnya cenderung menjadi glukoma, katarak dan
tumor. Kebanyakan orang yang berusia madya menderita presbiopi atau kesulitan
melihat sesuatu dari jarak jauh, yaitu kehilangan berangsur-angsur akomodasi
lensa mata sebagai akibat dari menurunya elastisitas lensa mata. Antara umur
40-50 tahuanan daya akomodasi lensa mata biasanya tidak mampu untuk melihat dengan
jarak dekat sehingga yang bersangkutan terpaksa harus memakai kaca mata.
Kemampuan
mendengar ternyata juga melemah pada usia sekitar 40 tahun, akibatnya mereka
yang berusia madya selalu harus mendengarkan sesuatu secara berlebihan
sungguh-sungguh dari pada yang mereka lakukan pada masa lalu. Mula-mula
kepekaan terhadap nada tinggi menjadi berkurang, kemudian diikuti dengan
menurunnya secara drastis sesuai dengan meningkatnya usia. Oleh karena
kehilangan pendengeran, maka mereka yang berusia madya mulai berbicara dengan
keras dan sering monoton. Penurunan dalam hal pendengaran ini lebih terlihat
sentivitas terhadap nada tinggi. Dalam
hal penurunan sensitivitas terhadap nada tinggi ini, terdapat perbedaan jenis
kelamin, yakni laki-laki biasanya kehilangan sensivitasnya terhadap nada tinggi
lebih awal dibandingkan perempuan. Perbedaan jenis kelamin ini mungkin lebih
disebabkan oleh pengaruh pengalaman laki-laki terhadap suara gaduh dalam
pekerjaan sehari-hari, seperti pertambangan, perbengkelan dan sebagainya.
Di samping
menurunnya kemampuan mendengar, terjadi pula penurunan daya cium dan rasa. Hal
ini terutama terjadi pada pria. Alasannya ialah rambut hidung mereka bertambah,
sehingga mempengaruhi rangsangan daya cium untuk menembus organ-organ indra
pencium yang terletak pada batang hidung. Oleh karena rasa sangat tergantung
pada kemampuan membau, indera ini pun menjadi semakin lemah dengan
meningkatkannya usia.
Sampai saat
ini, studi menngenai hubungan antar usia dengan indera peraba, temperatur, dan
rasa sakit belum pernah dilakukan secara meluas untuk menyimpulkan pengaruhnya
terhadap usia. Walaupun demikian diduga bahwa dengan semakin menipisnya kulit
karena pertambahan usia, kepekaan kulit menjadi lebih kuat dari pada mereka
yang lebih muda.
Pada masa tua
atau masa akhir, sejumlah perubahan pada fisik semakin terlihat sebagai akibat
dari proses penuaan. Diantara perubahan-perubahan fisik yang paling kentara
pada masa tua ini terlihat pada perubahan seperti rambut menjadi jarang dan
beruban, kulit mongering dan mengkerut, gigi hilang dan gusi menyusut,
konfigurasi wajah berubah, tulang belakang menjadi bungkuk. Kekuatan dan
ketangkasan fisik berkurang, tulang–tulang menjadi rapuh, mudah patah lambat
untuk dapat diperbaiki. Sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga orang tua
rentan terhadap berbagai penyakit[4].
Tanda-tanda
ketuaan yang paling nyata yang menjadi masalah pada pria dan wanita adalah
tanda-tanda yang ditunjukkan pada kotak di bawah ini[5]:
Tanda-Tanda yang Jelas Usia Madya
Berat Badan Bertambah
Selama usia madya lemak mengumpulkan terutama sekitar perut dan
paha.
Berkurangnya Rambut dan Beruban
Rambut pada pria yang berusia madya mulai jarang, menipis, dan
terjadi kebotakan pada bagian atas kepala. Rambut di hidung, telinga, dan bulu
mata menjadi lebih kaku, sedangkan rambut pada wajah tumbuh lebih lambat dan
kurang subur. Rambut wanita semakin tipis dan rambut di atas bibir atas dan
dagu bertambah banyak. Baik rambut pria maupun rambut wanita mulai memutih
menjelang usia lima puluh tahuan, dan beberapa orang sudah beruban sebelum
berusia madya.
Perubahan pada Kulit
Kulit pada wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering
dan keriput. Kulit dibagian bawah mata menggembung seperti kantong, dan
lingkaran hitam di bagian ini menjadi lebih permanen dan jelas. Warna merah
kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
Tubuh Menjadi Gemuk
Bahu seringkali berbentuk bulat, dan terjadi penggemukan seluruh
tubuh yang membuat perut keliahatan menonjol sehingga seseorang keliahatan
lebih pendek.
Masalah Persendian
Beberapa orang berusia madya mempunyai masalah pada persendian,
tungkai dan lengan, yang membuat mereka sulit berjalan dan memegang benda yang
jarang sekali ditemukan pada orang-orang muda.
Perubahan pada Gigi
Gigi menjadi kuning dan harus lebih sering diganti, sebagian atau
seluruhnya dengan gigi palsu.
Perubaha pada Mata
Mata kelihatan kurang bersinar daripada ketika mereka masih muda,
dan cenderung mengeluarkan kotoran mata yang menumpukdi sudut mata.
3.
Perubahan pada Keberfungsian Fisiologis
Perubahan-perubahan
pada tubuh bagian luar terjadi berbarengan dengan perubahan-perubahan pada
organ-organ dalam tubuh dan keberfungsiannya. Perubahan ini, pada sebagian
besar bagian tubuh, langsung atau tidak langsung diakibatkan perubahan jaringan
tubuh. Seperti gelang karet yang tua, dinding saluran arteri menjadi rapuh
dengan bertambahnya usia. Keadaan tersebut dapat menimbulkan kesulitan
sirkulasi. Meningkatnya tekanan darah, khususnya pada orang gemuk dapat
menyebabkan komplikasi jantung.
Fungsi kelenjar
tubuh menjadi lembam. Pori-pori dan kelenjar-kelenjar pada kulit yang membersihkan
kulit dari kotoran menjadi lebih pelan, sehingga bau badan bertambah. Berbagai
kelenjar yang dihubungkan dengan proses pencernaan berfungsi lebih lambat,
sehingga mengalami masalah karena pencernaan menjadi lebih sering bekerja.
Kesulitan makin
bertambah karena banyak orang usia madya menggunakan gigi palsu, yang justru
menambah kesulitan mengunyah. Selain itu, beberapa orang usia madya memperbaiki
kebiasaan makan mereka sesuai dengan semakin lambannya kegiatan mereka. Keadaan
ini kelihatannya menambah keterbatasan fungsi sistem penurunan. Akibatnya
konstipasi sering terjadi pada orang usia madya.
Mulai masa
dewasa awal, sel-sel otak juga berangsur-angsur berkurang. Tetapi,
perkembangbiakan koneksi neural (neural conection), khusunya bagi
orang-orang yang tetap aktif, membantu mengganti sel-sel yang hilang. Hal ini
membantu menjelaskan pendapat umum bahwa orang dewasa tetap aktif, baik secara
fisik, seksual, maupun secara mental, menyimpan lebih banyak kapasitas mereka
untuk melakukan aktivitas-aktivitas demikian pada tahun-tahun berikutnya.
Pada usia tua,
sejumlah neuron, unit-unit sel dasar dari sitem saraf menghilang. Menurut hasil
sejumlah penelitian, kehilangan neuron itu mencapai 50% selama tahun-tahun masa
dewasa. Tetepi, penelitian lain memperkirakan bahwa kehilangan itu lebih
sedikit. Bagaimana pun juga, menurut Santrock (1995), diperkirakan bahwa hingga
5 sampai 10% dari neuron kita berhenti tumbuh sampai kita berusia 70 tahun.
Setelah itu, hilangnya neuron akan semakin cepat[6].
Hilangnya
sel-sel otak dari sejumlah orang dewasa diantaranya disebabkan oleh serangkaian
pukulan kecil, tumor otak, tau karena banyak minum-minuman beralkohol. Semua
ini akan semakin merusak otak, menyebabkan terjadinya erosi mental yang sering
disebut dengan kepikunan (senility). Bahkan, juga dapat menimbulkan
penyakit otak yang lebih menakutkan lagi, yaitu penyakit Alzheimer, yang didera
3% dari populasi dunia berusia 75 tahun. Alzheimer dapat merusak kecerdasan
pikiran. Pertama-tama Alzheimer menyebabkan memori berkurang, kemudian
penalaran dan bahasa memburuk. Sebagai penyakit yang menjalar cepat, setelah 5
hingga 20 tahun, penderita menjadi kehilangan arah, kemudian tidak dapat
mengendalikan diri, dan akhirnya kosong secara mental, hidup menjadi merana
(Myers, 1996).
4.
Perubahan pada Kesehatan
Usia madya
ditandai dengan menurunnya kesegaran fisik secara umum dan memburuknya
kesehatan. Di mulai pada usia pertengahan empat-puluh tahunan terdapat
peningkatan ketidakmampuan dan ketidakabsahan yang berlangsung dengan cepat dan
seterusnya.
Masalah
kesehatan secara umum pada usia madya mencakup kecenderungan untuk mudah lelah,
telinga berdengung, sakit pada otot, kepekaan kulit, pusing-pusing biasa, sakit
pada lambung (konstipasi, asam lambung dan sendawa), kehilangan selera makan,
serta insomnia.
Bagaimana usia
madya mempengaruhi kesehatan individu, tergantung pada banyak faktor, seperti
faktor keturunan, riwayat kesehatan masa lampau, tekanan emosi dalam hidup, dan
kemauan untuk menyesuaikan diri dengan pola hidup untuk mengubah kondisi
jasmani. Misalnya, orang yang agresif dan ambisi mungkin dapat mengelak dari
permasalahan kesehatan selama masa dewasa dini, akan tetapi setelah berusia
empat puluh tahun mereka tampaknya lebih banyak yang mengalami serangan jantung
dari pada mereka yang relatif santai dan melakukan sedikit pekerjaan[7].
Bagi wanita,
perubahan biologis yang utama terjadi selama masa pertengahan dewasa adalah
perubahan dalam hal kemampuan reproduktif, yakni mulai mengalami menopause atau berhentinya menstruasi dan hilangnya
kesuburan. Pada umunya, menopause mulai terjadi pada usia sekitar 50 tahun,
tetapi ada juga yang sudah mengalami menopause pada usia 40 tahun. Peristiwa
menopause disertai dengan berkurangnya hormone estrogen. Bagi sebagian besar
perempuan, menopause tidak menimbulkan problem psikologis. Tetapi, bagi
sebagian yang lain, menopause telah menyebabkan munculnya sejumlah besar gejala
psikologis, termasuk depresi dan hilang ingatan. Sejumlah studi belakang ini
menunjukkan bahwa problem-problem tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh
reaksi terhadap usia tua yang dicapai oleh wanita dalam suatu masyarakat yang
sangat menghargai anak-anak muda dari pada peristiwa menopause itu sendiri
(Feldman, 1996)[8].
Bagi laki-laki,
proses penuaan selama pertengahan dewasa tidak begitu nampak jelas, karena
tidak ada tanda-tanda fisiologis dari peningkatan usia seperti berhentinya haid
pada perempuan. Lebih dari itu, , laki-laki tetap subur dan mampu menjadi ayah
anak-anak sampai memasuki usia tua. Hanya beberapa kemunduran fisik juga
terjadi secara berangsur-angsur, seperti berkurangnya produksi air mani.
5.
Perubahan Seksual
Sejauh ini,
penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia
madya terdapat pada perubahan-perubahan pada kemampuan seksual mereka. Wanita
memasuki masa menopause, atau perubahan hidup, dimana
masa menstruasi berhenti, dan mereka kehilangan kemampuan memelihara anak.
Sedangkan pria mengalami masa klimakterik pria[9].
Menopause
dan klimakterik,
keduanya diliputi dengan misteri bagi kebanyakan pria dan wanita. Dan
disini terdapat berbagai kepercayaan tradisional, yang membuat orang semakin
merasa takut dalam memasuki masa tersebut dalam kehidupan mereka ketika wanita
perubahan-perubahan fisik ini terjadi. Masa-masa ketika wanita mengalami
menopause ini sering disebut dengan masa kritis.
Sekarang sudah
lebih banyak diketahui tentang penyebab dan akibat dari perubahan seksual yang
terjadi selama usia madya, dari pada waktu lampau. Selanjutnya terdapat fakta
yang berkembang bahwa perubahan tersebut merupakan bagian yang normal dari pola
kehidupan dan juga diketahui bahwa perubahan-perubahan psikologis selama usia
madya itu akibat dari tekana emosional dari pada gangguan fisik, keadaan ini
berlaku baik dari pria maupun wanita.
2.3 Perkembangan kognitif
Pada
umumya orang percaya bahwa proses kognitif-belajar, memori, dan intelegensi
mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia. Bahkan
kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga
tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan hasil jumlah
penelitian menunjukan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses
kognitif bersamaan dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalah salah
satu stereotip budaya yang meresap dalam diri kita. Uraian berikut akan
mengetengahkan beberapa perubahan penting dalam proses kognitif yang terjadi
pada masa dewasa dan usia tua:
1.
Perkembangan
pemikiran postformal
Pada tahap ini perkembangan intelektual dewasa sudah
mencapai titik akhir puncaknya yang sama dengan perkembangan tahap sebelumnya
(tahap pemuda). Semua hal yang dialami sebenarnya merupakan perluasan,
penerapan, dan penghalusan dari pola pemikirannya. Orang dewasa dalam
menyelesaikan masalahnya juga memikirkannya terlebih dahulu secara teoritis. Ia
menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin
ada. Atas dasar analisanya ini, orang dewasa lalu membuat suatu strategi
penyelesaian secara verbal. Yang kemudian mengajukan pendapat-pendapat tertentu
yang sering disebut sebagai proporsi, kemudian mencari sintesa dan relasi
antara proporsi yang berbeda-beda tadi.
Tahap perkembangan kognitif menurut piaget[10]
yaitu pemikiran remaja berada pada tahap operasional formal, tahap kemempuan
berpikir secara abstrak dan hipotesis. Tipe pemikiran ini dimulai sekitar 11
tahun, tetapi tidak berkembang secara penuh sampai berakhirnya masa remaja.
Karena itu, piaget percaya bahwa seorang remaja dan seorang dewasa memiki cara
berfikir yang sama. Akan tetapi para pengkritik piaget menunjukan bahwa
kesimpulan piaget tersebut tidak dapat diterapkan pada kebudayaan-kebudayaan
lain, sebab ditemukan banyak anak remaja ternyata tidak menggunakan pemikiran
operasional formal. Bahkan sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa pada masa
dewasalah individu akan menata pemikiran operasional formal mereka. Mereka
mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja,
tetapi mereka menjadi sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa.
Ketika sejumlah orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis dari pada remaja
dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari suatu permasalahan, banyak orang
dewasa yang tidak menggunakan pemikiran operasional formal sama sekali.
Dengan demikian, kemampuan kognitif terus berkembang
selama masa dewasa. Akan tetapi, bagaimana pun tidak semua perubahan kognitif
pada masa dewasa yang mengarah pada peningkatan potensi. Bahkan kadang-kadang
beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring bertambahnya usia.
Meski pun demikian, sejumlah para ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan
pada masa dewasa madya dan akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian
pelatihan khusus.
Penelitian K. Warner Schaie dan Scherry Willis
terhadap lebih dari 4.000 orang dewasa, yang kebanyakan berusia lanjut,
menunjukan bahwa penggunaan pelatihan keterampilan kognitif yang bersifat
individual telah berhasil meningkatkan orientasi ruang dan keterampilan-keterampilan
penalaran 2/3 orang-orang dewasa tersebut. Hampir 40% dari mereka yang
kemampuannya menurun, dapat kembali ditingkatkan hingga mencapai tingkat yang
mereka capai 14 tahun sebelumnya[11].
2. Perkembangan memori
Salah satu karakteristik yang paling sering
dihubungkan dengan orang dewasa dan usia tua adalah penurunan dalam daya ingat.
Akan tetpi, apakah asumsi ini dapat dibenarkan ? sejumlah bukti menunjukan
bahwa perubahan memori bukanlah suatu yang sudah pasti terjadi sebagai bagian
dari proses penuaan, melainkan lebih merupakan stereotip budaya. Hal yang
dibuktikan oleh hasil studi lintas budaya yang dilakukan oleh B.L Levy dan E.
Langer terhadap orang tua dicina dan Amaerika. Hasil studi ini menyimpulkan
bahwa orang tua dalam kultur yang memberikan penghargaan tinggi terhadap orang
tua, seperti kultur cina daratan, kecil kemungkinan mengalami kemerosotan
memori dibandingkan dengan orang tua yang hidup dalam kultur yang mengira bahwa
kemunduran memori adalah sesuatu yang mungkin terjadi.
Lebih dari itu ketika orang tua memperlihatkan
kemunduran memori, kemunduran memori tersebut cenderung sebatas pada tipe-tipe
memori tertentu. Misalnya, kemunduran cenderung terjadi pada keterbatasan
memori episodik (episodic memories)
atau memori yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman tertentu yang ada di
sekitar kehidupan kita. Sementara tipe-tipe memori lain, seperti memori
semantik (semantic memories) adalah
memori yang berhungan dengan pengetahuan dan fakta-fakta umum, dan memori
implisit (implicit memories) adalah
memori bawah sadara kita, secara umum tidak mengalami kemunduran karena
pengaruh penuaan.
Kemerosotan dalam memori episodik, sering menimbulkan
perubahan-perubahan dalam kehidupan orang tua. Misalnya, seseorang yang
memasuki masa pensiun, yang mungkin tidak lagi menghadapai bermacam-macam
tantangan penyesuiaan intelektual sehubungan dengan pekerjaan, dan mungkin
lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat
beberapa hal, jelas akan mengalami kemunduran pada memorinya. Untuk itu latihan
menggunakan bermacam-macam stategi mnemonic
(strategi penghafalan) bagi orang tua, tidak hanya memungkinkan dapat mencegah
kemunduran memori jangka panjang, melainkan sekaligus memungkinkan dapat
meningkatkan kekuatan memori mereka.
Pada masa lalu, orang tua dengan kasus-kasus berat
dalam kemunduran memori, yang disertai dengan berbagai kesulitan kognitif
lainnya, dipandang sebagai penderita kepikunan. Kepikunan adalah suatu istilah
yang sebenarnya tidak tapat digunakan secara khusus bagi orang tua yang
mengalami kemunduran dalam perkembangan kemampuan mental, termasuk kehilangan
memori, disorientasi, dan kebingungan pada umumnya. Oleh sebab itu, dewasa ini
sejumlah ahli gerontologi memandang kepikunan sebagai sebuah istilah yang
ditujukan bagi orang-orang yang hidupnya sudah tidak berguna.
Jadi, kemerosotan fungsi kognitif pada masa tua, pada
umumnya memang merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari lagi, karena
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit kekacauan otak (alzheimer) atau karena kecemasan dan
depresi. Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa keterampilan kognitif tidak
bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Kunci untuk memlihara kognitif terletak
pada tingkat pemberian beberapa rangsangan intelektual. Oleh karena itu, orang
tua sebenarnya sangat membutuhkan suatu lingkungan perangsang dalam rangka
mengasah dan memelihara
keterampilan-keterapilan kognitif mereka serta mengantisipasi terjadinya kepikunan.
3. Perkembangan intelegensi
Suatu mitos yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa
menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh
sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa seiring dengan proses penuaan
selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam intelegensi umum. Misalnya dalam
studi kros-seksional, peneliti menguji orang-orang dari berbagai usia pada
waktu yang sama. Ketika memberikan tes inteligensi kepada sampel yang
respresentati, peneliti secara konsisten menemukan bahwa orang dewasa yang
lebih tua memberikan lebih sedikit jawaban yang benar dibandingkan dengan orang
dewasa yang lebih muda. Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa
kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme
secara umum. Hampir semua studi menunjukan bahwa setelah mencapai puncaknya
pada antara 18 sampai 25 tahun, kebanyakan kemampuan manusia terus-menerus
mengalami kemajuan yang signifikan dan sedikit kemunduran.
Studi Thorndike mengenai kemapuan belajar orang dewasa
menyimpulkan bahwa kemampuan belajar mengalami kemunduran 15% pada usia 22 dan
42 tahun. Kemampuan untuk mempelajari pelajaran-pelajaran sekolah ternyata
hanya mengalami kemunduran sekitar 0,5% sampai 1% setiap tahun antara 21 dan 41
tahun. Memang puncak kemampuan belajar bagi kebanyakan orang terdapat pada usia
25 tahun, namun kemunduran yang terjadi sesudah 25 hingga 45 tahun tidak
signifikan. Bahkan pada usia 45 tahun kemampuan belajar seseorang sama baiknya
dengan ketika mereka masih berusia antara 20 hingga 25 tahun.
Studi Thaorndike tersebut menunjukan bahwa kemunduran
kemampuan intelektulan pada orang dewasa tidak disebabkan oleh faktor usia,
melainkan oleh faktor-faktor lain. Witherington menyebutkan tiga faktor
penyebab terjadinya kemuduran kemampuan belajar orang dewasa. Pertama, ketiadaan kapasitas dasar.
Orang dewasa tidak akan memiliki kemampuan belajar bila pada usia muda juga
tidak memiliki kemampuan belajar yang memadai. Kedua. Terlampau lamanya tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang
bersifat intelektual, artinya orang-orang yang telah berhenti membaca
bacaan-bacaan yang berat dan berhenti pula melakukan pekerjaan intelektual,
akan terlihat bodoh dan tidak mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan semacam itu. Ketiga, faktor budaya, terutama
cara-cara seseorang memberikan sambutan, seperti kebiasaan, cita-cita, sikap,
dan prasangka-prasangka yang telah mengakar, sehingga setiap usaha untuk
mempelajari cara sambutan yang baru akan mendapat tantangan yang kuat.
2.4 Aspek Perkembangan Sosial
Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu
menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Penyesuaian
sosial pada setiap tahap usia ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah sejauh
mana seseorang dapat memainkan peran sosial secara tepat sesuai dengan apa yang
diharapkannya. Kedua adalah sejauh mana seseorang memainkan salah satu peran
penting dalam mengembangkan tugas seseorang selama usia madya untuk mencapai
tanggung jawab sebagai warga Negara dan tanggung jawab sosial.
Pada masa dewasa madya ini, individu memasuki peran
kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda
dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan-perbedaan tersebut
tidak disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan
dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang
dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini orang melibatkan
diri secara khusus dalam karir, pernikahan, dan hidup berkeluarga. Menurut
Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan tua ini ditandai
dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, genertif dan integritas.
1. Perkembangan
Keintiman
Keintiman
dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi
pengalaman dengan mereka. Orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan
orang lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini
merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa.
Pada masa dewasa madya ini, orang-orang telah siap dan ingin menyatukan
identitasnya dengan orang lain. Mereka mendambakan hubungan-hubungan yang
intim-akrab, dilandasi rasa persaudaraan, serta siap mengembangkan daya-daya
yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen ini sekalipun mereka mungkin
harus berkorban untuk itu. Dalam suatu studi ditunjukkan bahwa hubungan intim
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis dan fisik
seseorang. Orang-orang yang mempunyai tempat untuk berbagi ide, perasaan dan
masalah, merasa lebih bahagia dan lebih sehat dibandingkan dengan mereka yang
tidak memiliki tempat untuk berbagi (Traupmann & Hatfield, 1981). Adapun
gejala dalam perkembangan sosial ini adalah menimbulkan cinta dan berujung pada
pernikahan.
a. Cinta
Selama
tahap perkembangan keintiman ini, nilai-nilai cinta muncul. Cinta mengacu pada
perilaku manusia yang sangat luas dan kompleks. Menurut Santrock (1995), cinta
dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk cinta, yaitu: altrualisme,
persahabatan, cinta yang romantis atau bergairah, dan cinta yang penuh perasaan
atau persahabatan. Meskipun cinta sudah tampak dalam tahap-tahap sebelumnya
(seperti cinta bayi pada ibunya, dan cinta birahi pada remaja), namun
perkembangan cinta dan keintiman cinta sejati baru muncul setelah seseorang
memasuki masa dewasa. Pada masa dewasa ini, perasaan cinta lebih dari sekedar
gairah atau romantisme, melainkan suatu afeksi cinta yang penuh perasaan dan
kasih sayang. Cinta pada orang dewasa ini diungkapkan dalam bentuk kepedulian
terhadap orang lain. Orang- orang dewasa awal lebih mampu melibatkan diri dalam
hubungan bersama, dimana mereka saling berbagi hidup dengan seorang mitra yang
intim. Suatu tipe cinta yang paling kuat, atau cinta sempurna hanya akan
terbentuk apabila dilandasi oleh ketiga komponen cinta (gairah, keintiman dan
komitmen).
b. Pernikahan
dan Keluarga
Agar
memiliki arti sosial yang menetap, maka genelitas membutuhkan seseorang yang
dicintai dan dapat diajak melakukan hubungan seksual, serta dapat berbagi rasa
dalam suatu hubungan kepercayaan. Dihampir setiap masyarakat, hubungan seksual
dan keintiman pada masa dewasa awal ini diperoleh melalui lembaga pernikahan
atau perkawinan. Meskipun konsep dan definisi orang tentang perkawinan pada
setiap kebudayaan dan suku bangsa tidak sama, namun hampir setiap budaya dan
suku bangsa agaknya mempunyai pandangan yang sama bahwa perkawinan merupakan
sesuatu yang bersifat suci dan dibutuhkan dalam kehidupan ini. Meskipun
belakangan ini kecenderungan orang dewasa untuk hidup membujang meningkat dan
perceraian sering terjadi, namun orang Amerika masih menunjukkan kecenderungan
yang kuat untuk menikah.
Setiap
individu cenderung mencari pasangan hidup yang mempunyai latar belakang etnik,
sosial dan agama yang sama. Bertentangan dengan pendapat umum, kaum perempuan
tampaknya kurang romantis dibandingkan dengan laki-laki dalam usaha pendekatan
memilih pasangan mereka. Laki-laki cenderung lebih cepat jatuh cinta dari pada
perempuan dan merasa puas dengan kualitas calon pasangan mereka. Sebaliknya,
perempuan lebih praktis dan berhati-hati dalam menentukan pasangan dan lebih mungkin
untuk membandingkan calon pasangannya dengan alternatif lainnya.
Secara
tradisi, perkawinan menuntut perubahan gaya hidup yang lebih besar bagi
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Seorang laki-laki yang sudah menikah,
biasanya melanjutkan karirnya, sedangkan perempuan mungkin dituntut untuk
melepaskan kebebasan kehidupan lajangnya demi berbagai tuntutan peran dan
tanggung jawab sebagai istri dan ibu. Perubahan gaya hidup ini ternyata tidak
jarang menjadi pemicu timbulnya problem dalam perkawinan. Dalam penelitian
nasional yang dilakukan Elizabeth Douvan dan teman-temannya, dilaporkan bahwa
hampir 60 % pria dan wanita dari seluruh partisipan mengaku bahwa kadang-kadang
mereka megalami berbagai problem dalam kehidupan perkawinan mereka. Problem-problem
perkawinan ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1. pasangan
gagal mempertemukan dan menyesuaikan kebutuhan dan harapan satu sama lain.
2. Salah
satu pasangan mengalami kesulitan menerima perbedaan-perbedaan nyata dalam
kebiasaan kebutuhan, pendapat, kerugian dan nilai. Problem yang saling mencolok
ialah masalah keuangan dan anak-anak,
3. Adanya
perasaan cemburu dan perasaan memiliki yang berlebihan, membuat masing-masing
merasa kurang mendapat kebebasan,
4. Pembagian
tugas dan wewenang yang tidak adil, kegagalan dalam berkomunikasi dan
masing-masing pasangan tumbuh dan berkembang ke arah yang berbeda, tidak
sejalan mencari minat dan tujuan sendiri-sendiri (Davidoff,1998)
2. Perkembangan
Generativitas
Generativitas
(Generativity), adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami
individu selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah
perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk-produk, ide-ide dsb)
serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang.
Transmisi nilai-nilai soaial ini diperlukan untuk memperkaya aspek psikoseksual
dan aspek psikososial kepribadian. Apabila generativitas lemah atau tidak
diungkapkan, maka kepribadian akan mundur, mengalami pemiskinan, dan stagnasi.
Bagi
kebanyakan orang, usia antara 40-50 tahun merupakan masa paling produktif.
Laki-laki dalam usia 40-an biasanya berada pada puncak karir mereka. Pada usia
ini, perempuan mempunyai lebih sedikit tanggung jawab di rumah karena anak-anak
telah besar dan dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk karir atau kegiatan
sosial. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang sesungguhnya mengatur
masyarakat, baik dalam hal kekuasaan maupun tanggung jawab.
Generitivitas
pada masa usia baya ini ialah suatu rasa kekhawatiran mengenai bimbingan dan
persiapan bagi generasi yang akan datang. Jadi pada tahap ini, nilai
pemeliharaan berkembang. Pemeliharaan terungkap dalam kepedulian seseorang pada
orang-orang lain, dalam keinginan memberikan perhatian pada mereka yang membutuhkannya
serta berbagi dan membagi pengetahuan serta pengalaman dengan mereka. Nilai
pemeliharaan ini tercapai lewat kegiatan membesarkan anak dan mengajar, memberi
contoh dan mengontrol.
3. Perkembangan
Integritas
Integritas
(Integrity) merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang
terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai
seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan
ide-ide serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai
keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya[12].
Lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi
perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial
dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Kondisi ini
dapat memperburuk perasaan bahwa kehidupan ini tidak berarti, bahwa ajal sudah
dekat, dan ketakutan akan kematian. Seseorang yang dapat menangani masalah yang
timbul pada tahap kehidupan sebelumnya, maka dia akan mendapatkan perasaan yang
utuh atau integritas. Sebaliknya seorang yang berusia tua melakukan peninjauan
kembali terhadap kehidupannya yang silam dengan penuh penyesalan, menilai
kehidupannya sebagai rangkaian yang hilangnya kesempatan dan kegagalan, maka
pada tahun-tahun akhir kehidupan ini merupakan tahun-tahun yang penuh dengan
keputus asaan.
Pertemuan
antara integritas dan keputusasaan yang terjadi pada tahap kehidupan yang
terakhir ini menghasilkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang sederhana akan
menjaga dan dan memberikan integritas pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh
pada tahun-tahun yang silam. Mereka yang berada pada tahap kebijaksanaan dapat
menyajikan kepada generasi-generasi yang lebih muda suatu gaya hidup yang
bercirikan suatu perasaan tentang keutuhan dan keparipurnaan. Perasaan keutuhan
ini dapat meniadakan perasaan putus asa dan muak, serta perasaan berakhir
ketika situasi-situasi kehidupan kini berlalu. Persaan tentang keutuhan juga
akan mengurangi perasaan tak berdaya dan ketergantungan yang biasa menandai
akhir kehidupan.
2.5 Aspek Perkembangan Emosi
Dalam banyak hal, periode dewasa madya adalah waktu
timbulnya tekanan emosional. Bernice Nengeartein (Callhoun dan Acocella, l990)
mengatakan bahwa peroiode ini merupakan suatu masa ketika orang dapat merasa
puas dengan keberhasilannya. Meskipun bagi orang lain ada kalanya periode
ini justru merupakan permulaan kemunduran, namun bagi Erik Erikson
(Callhoun dan Acocella, l990) dalam
periode ini individu memiliki antara kearifan dan penyerapan pribadi. Kearifan
yang dimaksud adalah kapasitas untuk mengembangkan perhatian terhadap orang
lain atau masyarakat sekitar. Orang yang gagal mengembangkan kapasitas kearifan
ini mungkin menjadi semakin terserap pada diri mereka sendiri seperti larut
dalam kehidupan duniawi dan bendawi saja. Teori Erikson ini berpijak pada
kenyataan yang dia sinyalir bahwa dalam setiap tingkat kehidupan selalu
dicirikan dengan pilihan-pilihan antara 2 pendekatan terhadap kehidupan, satu
positif dan satunya negatif. Tampaknya tengah baya merupakan salah satu
waktu dalam hidup seseorang dimana banyak terjadi peristiwa besar yang
memaksanya untuk mengadakan penataan kembali. Penataan kembali itu kiranya
terjadi karena adanya beberapa perubahan besar dalam hal fisiologis,
psikologis, seksual dan perubahan-perubahan sosial yang menyertai ketiga
perubahan itu.[13]
Ada beberapa bahaya personal bagi
orang berusia madya dalam menyesuaikan diri dengan peran dan gaya hidup baru.
Dari itu semua, ada tujuh macam yang dianggap umum dan serius.
1.
Diterimanya Kepercayaan Tradisional
Diterimanya
kepercayaan tradisional tentang ciri-ciri usia madya mempunyai pengaruh yang
sangat mendalam terhadap perubahan perilaku fisik yang terjadi seiring dengan
bertambahnya usia. Seseorang yang mengalami menopause misalnya, seiring disebut
sebagai “masa krisis” (critical period), kepercayaan seperti ini dapat menambah
rasa takut yang tidak menentu, seperti dikatakan oleh Parker.
2.
Idealisasi Anak Muda
Banyak
orang usia madya khususnya kaum pria secara konstan menentang pengelompokan
usia dalam pola perilaku umum. Seorang pria mungkin akan menolak untuk patuh
mengikuti resep dokter tentang diet atau akan menolak untuk membatasi kegiatan
walaupun dengan alasan kesehatan. Seperti anak yang menjelang usia akil baliq,
mereka juga tidak mau dibatasi perilakunya. Begitu juga orang yang berusia
madya, mereka juga tidak mau dibatasi perilaku dan perilakunya, tetapi
masing-masing dari contoh tersebut mempunyai alasan yang berbeda. Sikap
pemberontak seperti itu berasal dari pengenalan terhadap nilai bahwa masyarakat
mengikat anak muda dan karena itu mereka menentang terhadap setiap bentuk
pembatasan, ini berarti mereka sedang tumbuh menjadi lebih tua. Kondisi yang
seperti ini menyebabkan mereka yang berusia madya menderita biasa atau lebih
serius.
3.
Perubahan Peran
Merubah
peran bukanlah masalah yang mudah, terutama setelah seseorang telah memainkan
peran tertentu selama periode waktu yang relatif lama dan telah belajar memperoleh
kepuasan dari peran tersebut. Lebih lanjut, dapat dikatakan bahwa terlalu
berhasil dalam suatu peran nampaknya dapat mengakibatkan kekakuan sehingga
proses penyesuaian terhadap peran lain akan menjadi sulit.
4.
Perubahan Keinginan Dan Minat
Bahaya
besar dalam penyesuaian diri seseorang pada masa usia madya timbul karena ia
mau tidak mau harus mengubah keinginan dan minatnya sesuai dengan tingkat
ketahanan tubuh dan kemampuan fisik serta memburuknya tigkat kesehatan fisik.
Mereka mau tidak mau harus mencoba untuk mencari dan mengembangkan keinginan
baru sebagai pengganti keinginan lama yang biasa dilakukan, atau jauh hari
sebelum masa madya tiba mereka telah mengembangkan keinginan baru tersebut yang
cukup menarik sehingga dapat membebaskannya dari perasaan tertekan dan tidak
enak karena kehilangan keinginan yang biasanya dilakukan. Apabila hal ini tidak
dilakukan, mereka akan merasa bosan dan bingung karena mereka tidak tahu
bagaimana cara memanfaatkan waktu yang begitu banyak. Seperti seorang dewasa yang
menjadi bosan pada waktu mereka harus mencari berbagai kegiatan dan keinginan
untuk mengisi waktu yang begitu banyak.
5.
Simbol Status
Pada
umumnya wanita semakin tua semakin tertarik pada simbol status yang dapat
membahayakan penyesuaian pribadi dan sosial, apabila keluarga tidak berusaha
untuk mencapai atau memiliki simbol yang diinginkan. Dalam kasus seperti ini,
ada tiga reaksi umum sebagai bagian dari wanita yang sangat membutuhkan simbol
tersebut. Pertama, dia akan mengeluh dan mengomeli suaminya yang tidak dapat
menyediakan cukup uang untuk memperoleh status tersebut. Kedua, dia akan
bersikap boros dan menjerumuskan keluarganya dengan melakukan utang. Ketiga,
dia bisa juga berbuat sesuatu dengan bekerja misalnya agar mempunyai cukup uang
demi mencukupi kebutuhannya. Semua pola respon tersebut merupakan tanda betapa
besar keinginan seseorang untuk memperoleh simbol status. Sikap seperti ini
dapat menimbulakn percekcokan dengan keluarga, terutama perilaku yang ketiga
tadi yang menjadikan banyak pria menjawab dan bersikap tidak menyenangkan.
Karena ia sadar hal itu tidak mungkin ia peroleh.
6.
Aspirasi Yang Tidak Realistis
Orang
berusia madya yang mepunyai keinginan yang tidak realistis tentang apa yang
ingin dicapai menghadapi masalah yang serius dalam proses penyesuaian diri dan
sosial, apabila kelak ia menyadari bahwa ia tidak bisa mencapai tujuan
tersebut. Sikap tidak realistis ini sering merupakan faktor bawaan sejak masa
remaja. Bahaya ini merupakan efek langsung bagi pria, sedang bagi wanita merupakan
efek tidak langsung apabila suaminya atau tidak mampu untuk mencapai cita-cita
yang diinginkan.
7.
Perubahan Kepribadian
Sehubungan
dengan hilangnya keperkasaan menyebabkan sejumlah orang usia madya berperilaku
hampir sama dengan orang berusia muda yang sedang menunjukkan kejantanannya.
periode ini bisa menjadi periode yang berbahaya bagi pria-pria, dimana ia masih
mempunyai istri namun terlibat juga dalam urusan cinta dengan perempuan lain.[14]
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.
Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai
masa usia antara 40 sampai 60 tahun, masa tersebut pada akhirnya ditandai oleh
adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, penurunan kekuatan fisik dan
diikuti oleh penurunan daya ingat.
2.
Perkembangan yang terjadi pada masa dewasa madya dari aspek fisik
diantaranya, terjadinya perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan
indera, perubahan pada keberfungsian fisiologis, perubahan pada kesehatan dan
perubahan pada seksual.
3.
Orang
percaya bahwa proses kognitif-belajar, memori, dan intelegensi mengalami
kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia. Uraian berikut akan
mengetengahkan beberapa perubahan penting dalam proses kognitif yang terjadi
pada masa dewasa dan usia tua: pemikiran perkembangan postformal, perkembangan
memori dan perkembangan intelegensi.
4. Selama
masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan
kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Penyesuaian sosial pada
setiap tahap usia ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah sejauh mana
seseorang dapat memainkan peran sosial secara tepat sesuai dengan apa yang
diharapkannya. Kedua adalah sejauh mana seseorang memainkan salah satu peran
penting dalam mengembangkan tugas seseorang selama usia madya untuk mencapai
tanggung jawab sebagai warga Negara dan tanggung jawab sosial.
5.
Dalam banyak hal, periode dewasa
madya adalah waktu timbulnya tekanan emosional. Bernice Nengeartein (Callhoun
dan Acocella, l990) mengatakan bahwa peroiode ini merupakan suatu masa ketika
orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita,
Psikologi Perkembangan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013
B.
Hurlock Elizabeth, Psikologi Perkembangan,
Jakarta: Erlangga, 1980
Zan
Pieter, Heri, Namora Lumongga Lubis, Pengantar
Psikologi untuk Kebidanaan, Jakarta: Prenada Media Group, 2010
https://makalah4you.wordpress.com/2011/10/07/makalah-perkembangan-pada-masa-dewasa/
[2] Herri Zan Pieter dan Namora Lumongga Lubis, Pengantar Psikologi untuk Kebidanan, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2010), hlm. 195.
[14] http://hijricahayailmu.blogspot.com/2010/12/ilmu-pskologi.html